Haji Mardan menunjukkan hasil panen padi dari Kelompok Tani Suka Maju, di Kampung Sei Bebanir Bangun, Sambaliung.

Melihat Kesuksesan Kelompok Tani Suka Maju, Dampingan PT Berau Coal

Potensi pertanian di Bumi Batiwakkal sangat menjanjikan. Namun belum tergarap secara maksimal. Hal inilah yang mendorong sejumlah pihak ketiga, memberi dukungan terhadap kelompok tani di sekitar wilayah operasionalnya. Seperti yang dirasakan Kelompok Tani Suka Maju, Kampung Sei Bebanir Bangun.

Perjalanan panjang sudah dilalui kelompok tani Suka Maju, di Kampung Sei Bebanir Bangun, Kecamatan Sambaliung. Merintis sejak 10 tahun lalu, kelompok tani ini terus mencari nafkah melalui bulir-bulir padi yang mereka tanam.

Di balik kelompok tani ini, terdapat seseorang bernama Haji Mardan yang merupakan penggagas kelompok tani tersebut. Ia mengungkapkan, dari awal bersama rekannya membuka lahan pertanian, tidaklah mudah. Karena harus mengalami gagal panen terlebih dahulu.

Gagal panen yang dirasakannya pertama kali itu, membuat ia dan rekan-rekannya belajar banyak. Hingga akhirnya mereka mulai berhasil panen dua kali setahun. “Saya bilang, kita usahakan panen dua kali setahun. Alhamdulillah sampai sekarang kita buka lahan ini dua kali setahun,” ujarnya.

Setelah berhasil panen dua kali dalam setahun, Haji Mardan dan kelompoknya, kembali menemui kendala. Mereka tidak memiliki mesin perontok padi. Sedangkan hasil panen mereka sudah lumayan banyak.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Haji Mardan dan kelompoknya terpaksa menggunakan cara manual yakni dengan cara diinjak dan dihampas (dibanting, red). Padahal, di daerah lain khususnya di Pulau Jawa dan Sulawesi sudah menggunakan cara lebih modern, yakni menggunakan mesin perontok padi. “Cara kita memang tertinggal dulu itu,” paparnya.

Karena itu, Haji Mardan berkesempatan diajak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau untuk studi banding ke Makassar. Kesempatan itupun tak ingin disia-siakannya, agar bisa banyak ‘mencuri’ ilmu dari para kelompok tani yang ada di Kota Daeng itu.

Hingga akhirnya ketika tiba di Bumi Batiwakkal, ia langsung membeli mesin perontok padi. Hasilnya pun langsung dirasa memuaskan. Namun tentu dengan satu unit saja, akan memakan waktu yang cukup lama jika harus mem-back up hasil pertanian di lahan seluas 13 hektare milik kelompoknya.

Dirinya pun mengajukan bantuan kepada Dinas Pertanian, supaya mendapat mesin perontok padi. Alhasil, kelompoknya kini mempunyai lima mesin perontok padi sendiri.

“Masalah tidak berhenti di situ saja, ada lagi,” ujarnya tertawa sembari melanjutkan ceritanya.

Meskipun hasil panen sudah mencapai 4 ton dalam satu hektarenya, mereka kesulitan mendapatkan pasar. Akhirnya padi tersebut terkadang dijual dengan harga murah. Dan dilirik Dinas Pangan dengan harga Rp 11 ribu perkilogram. Namun diakuinya, hasil panen mereka tidak bisa dibeli sepenuhnya. “Kan lahan itu ada 13 hektare, terus digarap sama 23 petani,” jelasnya.

Berjalannya waktu, pada tahun 2019 perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, yakni PT Berau Coal, mulai masuk ke kampung tersebut. Secercah harapan muncul dari hasil pertemuan tersebut. Berau Coal masuk dengan memberikan pelatihan dan pemberian bibit unggul. Bahkan membeli padi basah para petani Kampung Sei Bebanir Bangun.

“Kita dibantu bibit sama Berau Coal,” paparnya.

Selain membeli padi basah, Berau Coal disampaikan oleh Haji Mardan juga membeli beras hasil pertanian mereka secara konsisten dan berkelanjutan. Tentu hal ini membawa angin segar bagi mereka yang menggantungkan hidup dari hasil pertanian tersebut.

“Dengan masuknya PT Berau Coal ini, dibantu bibit dan padinya itu dibeli oleh mereka. Mereka jadi pasar tetap. Kami  jauh lebih mudah menjualnya, karena sudah pasti ada pembelinya,” ucapnya.

Ia menceritakan, sebelum masuknya PT Berau Coal ke Kampung Sei Bebanir Bangun, para petani  sulit sekali untuk menjual panen mereka. Namun saat ini, pembeli telah tersedia, bahkan bibit bantuan yang diberikan oleh perusahaan tersebut, membuat hasil panen mereka mencapai 7 ton dalam satu hektarenya. Jumlah fantastis jika harus dikalkulasikan dengan luas lahan yang mencapai 13 hektar. Atau dalam setahun mereka bisa panen sebanyak 182 ton.

“Senang pastinya dengan hadirnya PT Berau Coal disini, mereka membawa harapan baru bagi kami,” ucapnya.

Sementara itu, Leni Sumaranti selaku Community Development Officer Yayasan Dharma Bhakti Berau Coal mengatakan, pada 2019 itu, awal mulanya masih demplot dan kemudian melakukan pembinaan. Lalu masuk ke Kampung Sei Bebanir Bangun di tahun 2021.

“Awalnya kita bergerak dengan delapan petani saja, pada masa tanam pertama, namun pada masa tanam ke dua, sudah ada 35 petani dan berlanjut sampai saat ini,” tuturnya.

Ia melanjutkan, PT Berau Coal sendiri, selain memberikan bantuan berupa bibit padi, juga racun untuk perbaikan kualitas  tanah.

Penanggung jawab program pertanian kampung dampingan PT Berau Coal itu mengatakan, melihat kondisi pertanian saat itu yang terkendala di pemasarannya, maka PT Berau Coal hadir dan membeli hasil pertanian dari kampung tersebut. Dengan tujuan membangkitkan kembali semangat para petani.

“Karena kami juga punya pengolahan beras sendiri, jadi dari petani kita oleh, jadi selain membeli padi basah, kemudian juga padi kering,” jelasnya.

Sementara itu, Community Development Manager PT Berau Coal, Hikmawaty menuturkan, bantuan yang diberikan di Sei Bebanir Bangun untuk program pengembangan padi sawah. Selain berupa bantuan bibit unggul, yang tidak kalah penting adalah proses pendampingan dari awal seperti pelatihan penanaman yang baik dan benar. Selain itu juga memberikan pupuk organik.

“kami memiliki keinginan agar petani paham bahwa budidaya padinya juga dapat mengurangi bahan kimia. Kita mulai di awal mereka kita berikan pupuk organik, untuk meningkatkan hasil padinya. Lalu hasil panen kita ambil, baik gabah basah maupun kering,” paparnya.

Sisi lainnya, Berau Coal juga menurut Hikmahwati membantu mengolah sesuai standar di Rumah Kemas Berau Kreatif milik PT Berau Coal. Tujuannya adalah bagaimana para petani bisa mendapatkan hasil yang terbaik, kalau mereka bisa mengelola sampai dalam bentuk beras tentu nilai ekonomisnya akan lebih baik. Serta menambah pendapatan para petani tentunya.

Biasanya petani panen dari satu hektare mendapatkan di bawah dari 3 ton sekarang sudah diatas 3 ton juga penghasilannya meningkat. Begitu juga dengan pendapatan petani, yang awalnya hanya Rp 10 sampai Rp 15 juta, sekarang bisa tembus Rp 25 sampai Rp 30 juta.

“Pemasaran juga terbantu yang biasa dijual ke pasar sampai 100 kilogram, kini mereka panen bisa kita ambil langsung semua. Sehingga mereka bisa menabung dan mengatur keuangan untuk keluarga mereka, karena hasilnya langsung dibeli semua,” jelasnya.

Berau Coal juga bekerjasama Dinas Pertanian dan Dinas Pangan, hal ini dikarenakan kedua instansi pemerintah tersebut memiliki ijiin edar dan halal juga. “Untuk di Kampung Sei Bebanir Bangun, sudah bekerjasama dengan kurang lebih 54 petani yang merupakan gabungan dari beberapa kelompok tani,” ucapnya. (*/Iqb)

Sumber: Berau.prokal.co, Senin, 28 Maret 2022